30 April 2009

PERAN MEDIA DALAM PEMBINAAN MASYARAKAT

PERAN MEDIA DALAM PEMBINAAN MASYARAKAT
Oleh : Anis Choirun Nisa, Dra *)

Media massa kontemporer tidak saja menjadi media masyarakat secara luas, namun yang terpenting adalah media massa menjadi bagian dari instansi kapitalistik yang menyuarakan kepentingan pemilik Kapital tertentu. Dengan demikian, selain media massa memiliki Visi untuk mencerdaskan masyarakat, namun juga pencerahan yang dilakukan oleh media massa terkadang sangat tendensius dan memihak para pemilik modal. Posisi ambivalen ini sering menyulitkan media massa sendiri, karena ternyata visi kapitalisme menjadi model produksi media massa dengan dalih Revitalisasi Institusional. Padahal dalih ini hanya sebagai langkah ambil untung dalam model produksi kapitalis.

Salah satu model produksi media kapitalis dimaksud adalah selalu merefleksi realitas sosial yang sangat ekstrim di masyarakat. Ada tiga isu abadi dalam dunia Jurnalisme Kapitalis di Indonesia, yaitu : harta, tahta dan wanita. Ketiga isu ini menjadi realitas sosial yang direkonstruksi secara bergantian menjadi realitas media. Model produksi media kapitalis senantiasa menjadi discursus di masyarakat, bahwa sesungguhnya media kapitalis hanya merefleksi apa yang ada di masyarakat, dengan mengabaikan pendidikan moral di masyarakat.

Sebenarnya ke-tidak peduli-an bukan hanya di media massa, namun merupakan konstruksi sosial besar dalam masyarakat kita saat ini. Jadi realitas media (maya) pada kenyataanya adalah juga realitas sosial. Oleh karena itu lakunya tayangan erotisme, perselingkuhan, kekerasan di media massa disebabkan karena ”rusaknya” moral masyarakat itu sendiri. Kapitalis menggunakan event tersebut hanya untuk menyelamatkan kapital mereka.

Media massa merupakan medium penting dan pemegang kendali perubahan sosial yang tak kalah power full di banding institusi lain, partai politik, birokrasi, pemilik modal atau lembaga-lembaga publik lain. Media Massa bukan sekedar memiliki peluang menyediakan informasi untuk memenuhi hak mengetahui (righ to know) dan hak mengekpresikan aspirasi (right to expression) masyarakat. Lebih dari itu Media Massa memegang otoritas yang besar untuk membentuk image, mitos, pengetahuan, perilaku dan tindakan masyarakat.

Singkat kata, secara ekstrim di metaforakan bahwa langit itu faktanya biru, akan tetapi media massa dengan posisinya yang otoritatif dapat saja mengkonstuks langit itu kuning. Kalau media massa bersedia melakukannya, maka bukan mustahil langit itu kuning meskipun kenyataanya adalah biru.

Dengan kemampuan media menyajikan realitas seperti itu, maka dapat dinyatakan bahwa pemahaman masyarakat tentang ideologi, politik, sosial, budaya, ajaran, perempuan dan lain sebagainya, sebagian diantaranya adalah hasil produksi dan reproduksi media massa.

Citra media massa yang serba paradoks harus dibenahi. Media massa disatu sisi mendorong kemajuan sebagai informasi, disisi lain juga tampil bahkan cenderung terjebak menjadi pranata yang menyimpan dan mendorong keraguan, kekerasan dan bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi sosial.

Penyadaran dikalangan masyarakat harus menjadi bagian dari gerakan perjuangan dengan berbagai lembaga penyadaran masyarakat, media massa dan para aktor yang ada di dalamnya.


Malang, 26 April 2009
*)Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar